Rabu, 16 September 2015

             Warta MWC NU: Jakenan Pada hari sabtu s/d Ahad tanggal 5-6 September 2015 MWCNU Kec Jakenan mengadakan Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU). Jakenan menjadi MWC NU pertama yang telah melakukan PKPNU ini.
“Dari panitia sangat bersyukur sekali dengan terlaksananya PKPNU ini, persiapannya bisa di bilang sangat cepat hanya dalam kurun waktu satu minggu saja, namun alhamdullah pesertanya banyak meskipun tak sesuai target awalnya.”jelas Kharisun ketua panitia.
         Pada waktu pembukaan yang ikut hadir yaitu ketua dan pengurus ranting Nahdlatul Ulama Se Kecamatan Jakenan. Warga sekitar begitu antusias dengan adanya pendidikan kader ini. Harapannya semoga kader-kader yang nantinya di karantina selama dua hari dua malam akan lebih bersemangat di dalam menjalankan roda organisasi Nahdlatul Ulama.
            Yang menjadi Instruktur harus alumni Pendidikan kader Nahdlatul Ulama, baik tingkat kabupaten atau pun tingkat wilayah dan pusat. Materi yang disampaikan harus sama dari pusat, jadi tidak ada perbedaan materi. Dengan begitu semangat menjadi faham ahlussunah dan keutuhan NKRI menjadi harga mati.
            Ada enam instruktur yang memandu acara PKPNU Jakenan,  Abdul Karim,Yusuf Hasyim, Ratna Andi Irawan, Jamal Makmur Asmani, Faiz Aminuddin, Zaim Jaelani dan Khairun Niam, Nur Kholiq. kesemuanya itu adalam para alumni PKPNU.
“Acara berakhir Ahad malam dan para kader akan membuat sebuah grup di jejaring sosial untuk mempererat, dan menambah wacana.”ujar Kharisun.
           Jadwal PKPNU tingkat MWC berikutnya adalah MWC. Trangkil dan MWC Sukolilo tanggal 25-26 Sept 2015, disusul bulan oktober MWC Tayu, Wedarijaksa dan Gunungwungkal.

(Sumber:http://www.pcnupati.or.id/2015/09/jakenan-pelaksanaan-pkpnupertama.html#.VfL1YtsdWFs.twitter.)
 
         Peserta PKPNU dari Ranting Ngastorejo diwakili oleh Kang Sumartono (Bendahara NU Ranting Ngastorejo ) dan Kang Ahmad Kasturi ( Sekretaris ).
            Setelah mereka berdua mendapatkan pelatihan dari MWC insya Allah pada bulan Oktober 2015 mereka akan minta izin kepada Kepala Desa, syuriah dan Ketua Tanfidziah Ranting berupa Buletin yang di terbitkan setiap hari Jum'at dengan nama " BULETIN NAHDLATUL 'ULAMA' RANTING NGASTOREJO" yang isinya mengenai Islam dan NU. Menurut mereka, Penyampaian melalui tulisan ( berupa lembaran buletin ) mudah diterima dan dipahami karena bisa di baca berulang - ulang dari pada disampaikan melalui lisan.
 



Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Sumber : NU Online